Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwasanya beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran menghantarkan kepada kebaikan,dan sesungguhnya kebaikan menghantarkan kepada surga, dan apabila seseorang senantiasa berlaku jujur niscaya ia di tulis di sisi Allah Ta'ala sebagai seorang yang jujur, dan janganlah kalian berdusta karena sesungguhnya dusta menghantarkan kepada kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan menghantarkan kepeda neraka, dan apabila seseorang senantiasa berlaku dusta niscaya ia di tulis di sisi Allah Ta'ala sebagai seorang pendusta." (Muttafaqun 'alaih).
Lantas apakah hakekat kejujuran..? Syaikh al-utsaimin Ta'ala berkata,
"Jujur
adalah, selarasnya khabar dengan realita, baik berupa perkataan atau
perbuatan."
Oleh karenanya kita katakan, apabila khabar (perkataan) selaras dengan
kenyataan maka itulah kejujuran dengan llisan, dan apabila perbuatan badan
selaras dengan hati maka itulah kejujuran dengan perbuatan.
Maka, orang yang berbuat riya', bukanlah orang yang jujur, karena dia
menampakkan ketaatan tapi hatinya tidak demikian.
Begitu juga orang munafiq, menampakkan keimanan dan menyembunyikan
kekufuran.
Demikian orang musyrik, menampakkan ketauhidan dan menyembunyikan
peribadatan kepada selain Allah.
Tak jauh beda dengan ahli bid'ah, menampakkan keta'atan dan pengikutan
kepada rasul akan tetapi dia menyelisihinya.
“Mulutmu adalah harimaumu” hal ini hendaknya mengilhami kita untuk
berhati-hati dalam menjaga lisan (perkataan) kita, bahkan lebih lanjut, pepatah
arab mengatakan: “salamatul insani fi khifdhil lisaani”; keselamatan manusia
itu didalam menjaga lisannya. Sehingga hendaknya dalam menjalankan ibadah puasa
di bulan Ramadhan ini, kita benar-benar harus mampu menjaga lisan dari
berdusta, menggunjing, mengadu domba, mengolok-olok serta perkataan
mengada-ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh
terhadap puasanya dari makan dan minum.” (HR. Al-Bukhari)
Dari hadist diatas menggambarkan betapa besar pengaruh kejujuran dalam puasa,
akan sia-sia puasa seseorang jika ia masih berbohong dimanapun dan kapanpun ia
berada. Sungguh puasa merupakan sebuah amalan yang sangat istimewa sebab ibadah
ini sangat tergantung pada kejujuran seseorang, didalam menjalankannya
seakan-akan yang hanya Allah SWT dan ia sendiri (shaim) yang tahu. Dalam
berpuasa, seseorang yang tidak jujur bisa dengan diam-diam minum atau makan,
apalagi bila sedang bepergian jauh. Ketika ia melanggar prosedur berpuasa,
hanya Allah dan ia sendiri yang tahu. Karena tergantung kejujuran itulah maka
Allah akan memberi penilaian tersendiri, sebagaimana sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang artinya :”setiap amal perbuatan anak
Adam itu untuknya sendiri kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku (Allah SWT)
dan Aku-lah yang akan mengganjarnya sendiri”
Puasa melatih kejujuran dengan melakukan perbuatan yang benar. Seseorang yang
memiliki kejujuran maka akan mampu mengatakan dan menyatakan kebenaran, yang
tidak hanya bisa membenarkan kenyataan. Karakter kejujuran ini mempunyai arti
penting dalam pembentukan kepribadian seseorang juga masyarakat. Dan apabila
seseorang sudah menggapai predikat takwa dengan puasanya, yaitu disiplin dalam
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, ia akan menjadi orang
yang dapat dipercaya atau seorang yang amanah. Profil orang yang dapat
dipercaya secara sempurna dapat diraih Rasulullah SAW, bahkan saat beliau masih
remaja panggilan Al Amin (yang dapat dipercaya) telah disandangnya.
Berbeda dengan amal ibadah yang lain seperti sholat, yang bisa terlihat jelas
gerakan-gerakannya, maka ibadah puasa tidak bisa terlihat secara konkrit,
disinilah setiap orang yang berpuasa dilatih kejujuran. Kejujuran dalam arti
tidak melakukan sesuatu hal yang membatalkan puasa walaupun tidak ada orang
lain yang tahu. Orang yang kejujurannya sudah terbentuk maka ketika berwudlu ia
tidak akan berani korupsi meneguk air ketika berkumur walaupun orang
disampingnya tidak mengetahuinya. karena dia sadar bahwa ketika berpuasa hanya
dia dan Allah SWT saja yang mengetahui dan dia yakin Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Melihat apa yang dia lakukan sebagaimana firman Allah SWT
didalam surat Al-Mu’minun ayat 51 yang artinya: “wahai para rasul Makanlah dari
makanan yang baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh Aku Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan”.
Kejujuran muncul karena puasa mengedepankan rukun ihsan yang harus kita miliki
sebagaiman definisi ihsan yaitu: “anta’budallaha ka-annaka taraahu wainlam
takun tarahu fainnahu yaraaka” artinya; “beribadahlah kepada Allah SWT,
seakan-akan kamu dapat melihat-Nya dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka
yakinlah bahwa Allah melihatmu”. Semoga puasa kita dapat menumbuhkan
kejujuran dalam diri.
Selasa, 06 Maret 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar